PAJAK DAN KORUPSI
I.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir
ini masalah penyalahgunaan pajak dan korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan
publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli
mengemukakan pendapatnya tentang masalah penyalahgunaan pajak dan korupsi ini.
Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun
semua itu merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Pada
hakekatnya, Penyalahgunaan pajak yang berujung pada korupsi adalah “benalu
sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama
terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya,
sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat
sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit
mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses penyalahgunaan
pajak dan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi
adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum
koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa
masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini
juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Korupsi
dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan,
sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan
menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan
cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus
menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga
timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya
diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka
mau tidak mau penyalahgunaan pajak dan korupsi harus diberantas. Ada beberapa
cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang
represif.
II.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang dikemukakan dalam
tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pajak dan Korupsi itu ?
2. Apa penyebab terjadinya
penyalahgunaan pajak dan korupsi ?
3. Apa akibat terjadinya korupsi ?
4.
Bagaimana cara menanggulangi korupsi ?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pajak Dan Korupsi
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari
masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya
pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pengetian
pajak menurut bebetapa ahli :
1. Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang
terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat
imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector
pemerintah berdasarkan undang-undang), (dapat dipaksakan dengan
tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Lima unsur pokok dalam defenisi
pajak :
·
Iuran / pungutan
·
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
·
Pajak dapat dipaksakan
·
Tidak menerima kontra prestasi
·
Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Banyak para ahli
yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktrur bahasa dan
cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama.
Kartono
(1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan
umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingansi pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk
dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak
ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan
pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang
demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah
laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.
Penyebab Terjadinya
Penyalahgunaan Pajak dan Korupsi
Penyalahgunaan pajak merupakan tindakan kurang etis yang masih sering
terjadi. Pajak yang seharusnya bisa menjalankan fungsi dengan baik sebagai
budgetair menjadi kurang efektif. Terjadi penyalagunaan pajak terjadi dapat
kita lihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang wajib pajak dan
yang kedua adalah dari sudut pandang pemerintah.
a.
Dari sudut pandang masyarakat
Dari sudut
pandang wajib pajak berarti melihat kenyataan bahwa masih ada
sekelompoknmasyarakat yang kurang menyadari pentingnya pajak sebagai budgetair
sehingga mereka menghindari kasus penggelapan pajak oleh pemerintah (korupsi)
yang nantinta berimbas pada masyarakat bahawa mereka kurang mempercayai
pemerintah.Oleh karena itu, perlu ada perbaikan di sektor mekanisme perpajakan
agar lebih menguntungkan wajib pajak. Banyak keluhan dari
masyarakat yang merasa kurang puas atas pengenaan pajak, kurang adil dan kurang
mencerminkan ketentuan dalam Undang-Undang. Menurut mereka mekanisme pemungutan
pajak yang dibuat Ditjen Pajak lebih menguntungkan petugasnya daripada wajib
pajak.
Menurut observasi
yang dilakuan Angga Pangestu (2010) dalam factor-faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak
adalah sebagai berikut tidak percaya kepada pemerintah, kurang paham
tentang mekanisme pembayaran pajak, memerlukan waktu yang lama untuk
membayar pajak, dan yang terakhir kurang puas dengan kinerja institusi
pajak. Hasilnya sebagai berikut Melihat hasil survey ini, kita bisa
menyimpulkan bahwa kinerja di institusi perpajakan harus dibenahi termasuk
dalam pengawasannya.
b. Dari Sudut Pandang Pemerintah
Penyalagunaan
pajak dilihat dari dari sudut pandang pemerintah memang sering kali kita jumpai.
Korupsi terjadi karena adanya beberapa penyebab yang bisa kita lihat dari
aspek perilaku individu, aspek organisasi pemerintahan, dan aspek
perundang-undangan. Aspek perilaku individu dalam teori kebutuhan Maslow, demikian dikatakan Sulistyantor
(2004) korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk
memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya
dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup, namun
saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya, pendidikan tinggi dan punya
jabatan.
Ada beberapa sebab
terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa
penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi
(23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08
%). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah
sebagai berikut :
a.
Peninggalan pemerintahan kolonial.
b.
Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c.
Gaji yang rendah.
d.
Persepsi yang populer.
e.
Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
Di
sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
a. Perumusan
perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi
yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi
untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti
atau suap.
d. Dimana
berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan
moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. korupsi, kecuali mengganggap
telah berlebihan harta dan kekayaannya.
e. Manakala
orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah,
mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Ketua panja perpajakan Melchias Markus
Mekeng mengungkap, panitia kerja telah nenemukan 12 titik rawan penyalagunaan
kewenangan dalam perpajakan. “Hampir semua penyimpangan terjadi diseluruh
jajaran Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari daerah sampai pusat,” kata Mekeng
saat jumpa pers di DPR.
Menerut
Mekeng 12 titik rawan tersebut adalah :
1.
Proses Pemeriksaan,
penagihan, dan pengadilan pajak.
2.
Pada proses keberatan
pajak.
3.
Proses banding pajak.
4.
Proses pemeriksaan
bukti permulaan dan penyidikan pajak.
5.
Proses
penuntutan.(Kejaksaan)
6.
Proses persidangan
(Pengadilan Negeri)
7.
Wajib Pajak (Plus
konsultan pajak)
8.
Oknum pejabat pajak.
9.
Oknum pengadilan pajak.
10.
Main rekayasa
akuntansi.
11.
Mein melalui fasilitas
pajak.
12.
Main melalui peraturan
pajak.
Dari semua pembahasan mengenai penyebab adanya penyalahgunaan pajak,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)
Dari segi wajib pajak,mereka kurang puas
dengan kinerja pemerintah baik dari segi pengawasan terhadap penggunaan
dana pajak maupun kinerja institusi pajak.Sehingga perlu diadakan
pembenahan terhadap system perpajakan di Indonesia.
b)
Dari segi pemerintah,
masih banyak tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah serta
terdapat birokrasi yang mendukungnya.
c)
Untuk mencapai
fungsi budgetair yang maksimal, perlu adanya kerjasama antarawajib pajak dan pemerintah.
3.
Akibat-akibat
korupsi.
menyatakan bahwa akibat-akibat
korupsi adalah :
1.
Pemborosan sumber-sumber, modal yang
lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang
lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan
alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah,
pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya
Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan,
ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber
negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing,
ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak
represif.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas
adalah sebagai berikut :
1.
Tata ekonomi seperti larinya modal keluar
negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
2.
Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3.
Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4.
Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya
keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah,
pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat
korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat
tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
4. Upaya
penanggulangan korupsi.
Korupsi
tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai
tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan
menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari
jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifiesthe
means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Ada
beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing
memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980)
memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a.
Membenarkan transaksi yang dahulunya
dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
b.
Membuat struktur baru yang mendasarkan
bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan
mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,
wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing,
dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas
diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d.
Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat
dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.
e.
Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya
tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan
seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik
tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali
mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya
perubahan organisasi.
Cara
yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang
semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya
pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan
korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah
membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam
pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman
kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya,
Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar
pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut
orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan
pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan
hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan
dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan
pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas
pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang
menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Persoalan
korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun
bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja,
melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah
praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya
korupsi. Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan
bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif,
yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3. para pemimpin dan pejabat memberikan teladan,
memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak,
memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari
organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta
jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang
berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik
demi kelancaran administrasi pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat
yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono
(Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu
bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya
masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi. Berdasarkan
pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan
korupsi adalah sebagai berikut :
a. Preventif.
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai
baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan
tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau miliknegara.
2.
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji)
bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan
swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas
jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh
wewenangnya.
3.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada
masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan
lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5.
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan
politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai,
sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak
perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
b. Represif.
1.
Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi
(pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
IV.
KESIMPULAN
1. Pajak adalah iyuran
wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang
dapat ditunjuk secara langsung.
2.
Korupsi adalah
penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan
pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya
3.
Penyalahgunaan pajak
dan korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi
kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
4.
Dari segi wajib
pajak,mereka kurang puas dengan kinerja pemerintah baik dari
segi pengawasan terhadap penggunaan dana pajak maupun
kinerja institusi pajak.Sehingga perlu diadakan pembenahan terhadap
system perpajakan di Indonesia.
5.
Dari
segi pemerintah, masih banyak tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah serta terdapat birokrasi yang mendukungnya.
6.
Untuk mencapai
fungsi budgetair yang maksimal, perlu adanya kerjasama antarawajib pajak dan pemerintah.
7. Cara
penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif
Pencegahanb(preventif)
yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat
maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan
dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan
kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan,
teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol
sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara
para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah
menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di
layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan
pegawai.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. © 2003 Digitized by USU digital
library 1
KORUPSI DI INDONESIA: MASALAH DAN
SOLUSINYA
Dra. ERIKA REVIDA, MS.
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
4.
VIVAnews SELASA, 25
JANUARI 2011, 22:16 WIB Hadi
Suprapto, Suryanta Bakti Susila
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus