Senin, 10 Desember 2012

PAJAK DAN KORUPSI


PAJAK DAN KORUPSI




I.         PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini masalah penyalahgunaan pajak dan korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah penyalahgunaan pajak dan korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun semua itu merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Pada hakekatnya, Penyalahgunaan pajak yang berujung pada korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses penyalahgunaan pajak dan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau penyalahgunaan pajak dan korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.
II.   PERMASALAHAN
Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pajak dan Korupsi itu ?
2. Apa penyebab terjadinya penyalahgunaan pajak dan korupsi ?
3. Apa akibat terjadinya korupsi ?
4. Bagaimana cara menanggulangi korupsi ?

III. PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pajak Dan Korupsi
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.    Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang), (dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Lima unsur pokok dalam defenisi pajak :
·       Iuran / pungutan
·       Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
·       Pajak dapat dipaksakan
·       Tidak menerima kontra prestasi
·       Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingansi pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.    Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Pajak dan Korupsi
Penyalahgunaan pajak merupakan tindakan kurang etis yang masih sering terjadi. Pajak yang seharusnya bisa menjalankan fungsi dengan baik sebagai budgetair menjadi kurang efektif. Terjadi penyalagunaan pajak terjadi dapat kita lihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang wajib pajak dan yang kedua adalah dari sudut pandang pemerintah.


a.    Dari sudut pandang masyarakat
Dari sudut pandang wajib pajak berarti melihat kenyataan bahwa masih ada sekelompoknmasyarakat yang kurang menyadari pentingnya pajak sebagai budgetair sehingga mereka menghindari kasus penggelapan pajak oleh pemerintah (korupsi) yang nantinta berimbas pada masyarakat bahawa mereka kurang mempercayai pemerintah.Oleh karena itu, perlu ada perbaikan di sektor mekanisme perpajakan agar lebih menguntungkan wajib pajak. Banyak keluhan dari masyarakat yang merasa kurang puas atas pengenaan pajak, kurang adil dan kurang mencerminkan ketentuan dalam Undang-Undang. Menurut mereka mekanisme pemungutan pajak yang dibuat Ditjen Pajak lebih menguntungkan petugasnya daripada wajib pajak.
Menurut observasi yang dilakuan Angga Pangestu (2010) dalam  factor-faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak adalah sebagai berikut tidak percaya kepada pemerintah, kurang paham tentang mekanisme pembayaran pajak, memerlukan waktu yang lama untuk membayar pajak, dan yang terakhir kurang puas dengan kinerja institusi pajak. Hasilnya sebagai berikut Melihat hasil survey ini, kita bisa menyimpulkan bahwa kinerja di institusi perpajakan harus dibenahi termasuk dalam pengawasannya.

b.  Dari Sudut Pandang Pemerintah
Penyalagunaan pajak dilihat dari dari sudut pandang pemerintah memang sering kali kita jumpai. Korupsi terjadi karena adanya beberapa penyebab yang bisa kita lihat dari aspek perilaku individu, aspek organisasi pemerintahan, dan aspek perundang-undangan. Aspek perilaku individu dalam teori kebutuhan Maslow, demikian dikatakan Sulistyantor (2004) korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup, namun saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya, pendidikan tinggi dan punya jabatan.
 Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
e. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.

Ketua panja perpajakan Melchias Markus Mekeng mengungkap, panitia kerja telah nenemukan 12 titik rawan penyalagunaan kewenangan dalam perpajakan. “Hampir semua penyimpangan terjadi diseluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari daerah sampai pusat,” kata Mekeng saat jumpa pers di DPR.

Menerut Mekeng 12 titik rawan tersebut adalah :
1.         Proses Pemeriksaan, penagihan, dan pengadilan pajak.
2.         Pada proses keberatan pajak.
3.         Proses banding pajak.
4.         Proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak.
5.         Proses penuntutan.(Kejaksaan)
6.         Proses persidangan (Pengadilan Negeri)
7.         Wajib Pajak (Plus konsultan pajak)
8.         Oknum pejabat pajak.
9.         Oknum pengadilan pajak.
10.     Main rekayasa akuntansi.
11.     Mein melalui fasilitas pajak.
12.     Main melalui peraturan pajak.

Dari semua pembahasan mengenai penyebab adanya penyalahgunaan pajak, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)             Dari segi wajib pajak,mereka kurang puas dengan kinerja pemerintah baik dari segi pengawasan terhadap penggunaan dana pajak maupun kinerja institusi pajak.Sehingga perlu diadakan pembenahan terhadap system perpajakan di Indonesia.
b)             Dari segi pemerintah, masih banyak tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah serta terdapat birokrasi yang mendukungnya.
c)             Untuk mencapai fungsi budgetair yang maksimal, perlu adanya kerjasama antarawajib pajak dan pemerintah.

3.    Akibat-akibat korupsi.
            menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2.  ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3.  pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

4. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifiesthe means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c.  Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.

Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi. Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1.    Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.    Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3.    para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4.    Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5.    Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6.    Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7.    Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
8.    Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
9.    Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10.  Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.

Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a. Preventif.
1.  Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau miliknegara.
2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4.  Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6.  Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
b.  Represif.
1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.





IV. KESIMPULAN
1.      Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
2.      Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya
3.      Penyalahgunaan pajak dan korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
4.      Dari segi wajib pajak,mereka kurang puas dengan kinerja pemerintah baik dari segi pengawasan terhadap penggunaan dana pajak maupun kinerja institusi pajak.Sehingga perlu diadakan pembenahan terhadap system perpajakan di Indonesia.
5.      Dari segi pemerintah, masih banyak tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah serta terdapat birokrasi yang mendukungnya.
6.      Untuk mencapai fungsi budgetair yang maksimal, perlu adanya kerjasama antarawajib pajak dan pemerintah.
7.      Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif

Pencegahanb(preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.


V. DAFTAR PUSTAKA

1.      © 2003 Digitized by USU digital library 1
KORUPSI DI INDONESIA: MASALAH DAN SOLUSINYA
  Dra. ERIKA REVIDA, MS.
  Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
  Universitas Sumatera Utara
4.    VIVAnews  SELASA, 25 JANUARI 2011, 22:16 WIB Hadi Suprapto, Suryanta Bakti Susila






















1 komentar: